Senin, 01 Desember 2014

Hujan Bulan Juni









"Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu" 
- Sapardi Djoko Damono

Dari balik dedaunan yang tinggi, aku melihat kamu membaca sepucuk surat di ranting pohon ara yang sudah tua itu, menunggu sampai daun-daunnya mekar di Juni tahun depan.
Kamu selalu meminjam bangku kayu di taman untuk sejenak bersandar, lalu menangis, kemudian tertawa. Kamu lakukan itu berulang-ulang, hingga aku bosan mengintip.
Setiap menjelang malam, kamu tak pernah datang membawa bungkusan senyuman, atau sedikit cengiran, yang aku lihat hanya diam. Sorot matamu selalu terpaku pada sepucuk surat itu, tak pernah hiraukan aku.
Kamu selalu gusar, aku tahu itu. Bahkan kamu tak pernah tidur semalaman, merenung dan memikirkannya. Kamu menyesal pernah melakukannya? Iya, aku mengerti. Kamu ingin memperbaiki?
Terlambat!
Katamu setahun lalu akan ada pelangi sehabis hujan di malam itu. Aku menunggu hujan itu selama mungkin, hingga aku basah kuyup! Aku berharap pelangi dan kamu datang di saat yang bersamaan. Persis di bangku taman yang sekarang menjadi tempat kesukaanmu setiap senja. Tapi kenapa?! Kenapa kamu tidak datang memenuhi janji itu?

Ah! Purnama sudah datang, aku harus pulang! Tak ada waktu membahas semua masa lalu itu. Aku tidak mau lagi sayapku patah karena menunggumu begitu lama.



#Prompt73 "Pelangi" in MFF : 202 words
FF ini merupakan pengembangan puisi dari Andi Eksak di sini




Diberdayakan oleh Blogger.